Suami Selalu Marah Karena Hal Sepele

Suami Selalu Marah Karena Hal Sepele

Berdebat sesekali dengan pasangan adalah hal yang normal dalam setiap hubungan, terlebih bagi mereka yang sudah menikah. Namun ketika seorang istri merasa suami sering marah karena hal sepele, ini tentu menjadi masalah rumah tangga tersendiri.

Alasan kenapa suami sering marah sebenarnya bermacam-macam. Memahami penyebabnya akan membantu membangun komunikasi yang lebih baik dalam rumah tangga. Tidak perlu ‘melawan api dengan api’ jika suami sering marah-marah. Simak penyebab dan cara menghadapi suami pemarah dalam artikel ini!

Coba Dengarkan Suami dengan Empati

Untuk menghadapi suami yang suka marah, praktikkan pendekatan empatik. Dengarkan dengan sabar tanpa menyerang balik. Pahami perasaannya dan berusaha melihat apakah kemarahannya terkait denganmu atau hubungan kalian.

Komunikasi empatik membuka ruang untuk pemahaman dan solusi bersama, serta mengurangi ketegangan dalam hubungan. Dengan pendekatan ini, mungkin akan lebih mudah bagi kamu dan suami untuk menangani konflik dan memperkuat ikatan emosional antara kalian berdua. Cara ini juga bisa menjadi media instropeksi jika memang kemarahan suami berkaitan dengan sikap atau perbuatanmu padanya.

Memiliki Kebutuhan untuk Menkontrol Situasi

Bukan rahasia lagi jika pria memang memiliki naluri untuk memimpin. Inilah yang kerap membuatnya merasa perlu untuk memiliki kontrol pada situasi di sekelilingnya. Dan ketika sesuatu tidak sesuai dengan harapan atau keinginan mereka, mereka dapat merespon dengan kemarahan.

Bersikap Tenang dan Jangan Balas dengan Emosi

Hadapi suami yang marah dengan tenang dan hindari membalas dengan emosi juga. Dengan sikap yang stabil, kamu dapat mencegah konflik membesar. Komunikasi bijak dapat menenangkan suasana, membangun pemahaman dan membuka jalan untuk penyelesaian masalah secara dewasa.

Kalau Suami Sedang Marah, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Ketika suami sering marah-marah, tidak perlu langsung melabelinya sebagai orang yang red flag. Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan sebagai istri untuk membantunya. Ini tentu melibatkan komunikasi serta kesabaran yang baik. Bagaimana cara menghadapi suami sering marah karena hal sepele?

Tidak Pintar dalam Berkomunikasi

Kesulitan mengungkapkan perasaan membuatnya melampiaskan emosi negatif. Cemburu atau merasa diabaikan mungkin tidak disampaikan secara jelas, memicu reaksi marah sebagai bentuk ekspresi yang tidak efektif.

Memiliki Trauma di Masa Lalu

Suami yang memiliki pengalaman traumatis atau pola perilaku yang dipelajari dari masa lalu, seperti pola didikan yang melibatkan marah sebagai bentuk pengendalian atau pelecehan dan penelantaran di masa kanak-kanak, mungkin lebih rentan terhadap perilaku marah-marah. Kemarahan ini kadang diarahkan pada orang-orang di sekelilingnya, kadang juga pada dirinya sendiri.

Baca Juga: Merasa Benci Diri Sendiri? Mungkin Kamu Alami Self-Loathing!

Tidak Mampu Mengungkapkan Rasa Kecewa

Suami yang sering marah mungkin sulit menyampaikan kekecewaannya secara langsung. Kesulitan mengungkapkan perasaan negatif bisa memicu reaksi marah sebagai cara tidak langsung untuk menyampaikan ketidakpuasan dan kekecewaan yang dirasakannya.

Ada Rasa Tidak Puas Terhadap Hubungan

Ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dalam hubungan, seperti kurangnya pemahaman atau dukungan, dapat menyebabkan suami merespon dengan kemarahan bahkan terhadap hal-hal kecil.

Ketika seorang pria merasa terjebak dalam situasi yang membuat dirinya tidak bahagia, ini bisa menimbulkan kebencian dan kemarahan terhadap pasangan. Inilah yang kemudian muncul dalam bentuk kemarahan-kemarahan yang kadang tidak dipahami dengan baik oleh pasangannya

Cari Bantuan Profesional

Langkah terakhir yang bisa kamu lakukan untuk menghadapi suami yang suka marah-marah karena hal sepele adalah dengan mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor hubungan pernikahan.

Mereka dapat memberikan wadah aman untuk memahami dan mengatasi akar masalah kemarahan. Dengan bimbingan ahli, kamu dan suami bisa belajar strategi komunikasi yang sehat dan cara mengelola emosi, membangun dasar yang kuat untuk hubungan yang lebih harmonis dan penuh pengertian.

Baca Juga: Ke Psikolog Ga Selalu Mahal! Ini Daftar Biaya Konsultasi Psikologi!

Dalam menghadapi suami yang sering marah karena hal sepele, penting untuk memahami penyebabnya dan berkomunikasi secara bijak. Bersikap tenang, mendengarkan dengan empati, memberikan waktu, dan jika perlu, mencari bantuan profesional, dapat membantu memperkuat hubungan dan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.

Grome sebagai penyedia layanan konseling online siap membantumu menyelesaikan masalah hubungan rumah tangga yang pelik melalui konseling pernikahan online. Punya masalah pribadi atau yang lainnya seperti sulit mengendalikan emosi atau mengalami kesulitan dalam mengatasi stres kerja, semua bisa kamu konsultasikan pada psikolog profesional Grome. Tidak perlu khawatir karena rahasia terjamin aman!

Perlu diketahui bahwa dalam mazhab Syafi’i yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia, perkataan “Saya cerai kamu” yang diucapkan suami itu sudah termasuk cerai dalam hukum Islam, walaupun belum masuk di persidangan perceraian di kejaksaan.

Artinya, ketika sudah mengatakan demikian, secara fikih, suami itu sudah tidak boleh melakukan hubungan suami istri, kecuali sudah rujuk terlebih dulu. Karenanya, untuk hati-hati, para suami jangan sembarangan mengucapkan kata cerai kepada istrinya.

Begitupun istri, jangan mudah meminta cerai kepada suami karena masalah sepele dalam rumah tangga. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Seorang istri yang mudah meminta cerai suaminya hanya karena permasalahan sepele, maka dia tidak akan mencium baunya surga” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Artinya, istri yang dengan mudah meminta cerai pada suaminya dikhawatirkan tidak akan masuk surga bersama suaminya yang saleh.

Karenanya, ulama mengklasifikasi permasalahan apa saja yang memperbolehkan istri menggugat atau meminta cerai pada suaminya.

Pertama, suami sering melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap istri, sehingga membuatnya cacat. Kedua, suami sering meninggalkan salat, berjudi, mabuk, main perempuan. Ketiga, suami tidak memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak dan istri selayaknya, padahal ia mampu. Keempat, suami enggan memenuhi kebutuhan biologis istri padahal ia mampu.

Karenanya, alangkah baiknya bila suami atau istri tidak mudah mengucapkan kata cerai. Apalagi jika masih dapat dikomunikasikan dengan baik di antara keduanya. Bila perlu, keduanya mendatangkan orang lain untuk mendamaikan perseteruan rumah tangganya. Wallahu a’lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Sumber : www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d26d5d860dd3/bisakah-bercerai-karena-suami-selalu-membanting-pintu/

Oleh : Dimas Hutomo, S.H.

Saya punya suami suka marah-marah, saya udah gakuat karena ia suka membanting pintu kalo lagi marah. Mukul sih enggak, tapi ya marah-marah terus. Bisakah saya menggugat cerai karena alasan itu?

Alasan Perceraian Menurut Hukum

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak, yang mengacu ke Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan khusus yang beragama Islam mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).[1]

Adanya upaya sungguh-sungguh untuk berdamai diperlukan dalam permasalahan ini, karena perceraian hakikatnya adalah upaya terakhir jika memang suatu rumah tangga tidak dapat dipertahankan dan sulit untuk rukun kembali.

Pada dasarnya, suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Isteri pun wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.[2]

Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai bisakah menggugat cerai suami karena sering marah-marah dan membanting pintu?

Pelu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 39 UU Perkawinan diatur bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

Sedangkan, mengenai apa saja yang merupakan alasan-alasan perceraian, dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”), yang bunyinya:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

Alasaan tersebut juga diatur dalam Pasal 116 KHI, berbunyi:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

Kemudian, dalam Pasal 16 PP Perkawinan dikatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Perkawinan dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk bercerai harus terdapat alasan-alasan sebagaimana dijelaskan.

Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya bisa saja jika istri ingin bercerai karena suami selalu emosi dan membanting pintu, yang berakibat pada perselisihan dan pertengkaran secara sehingga rumah tangga tidak rukun. Tentunya alasan tersebut diajukan bersamaan dengan gugatan perceraian yang diajukan istri.

Ulasan selengkapnya mengenai istri menggugat suami silakan baca artikel Bisakah Istri Diam-Diam Menggugat Cerai Suami?.

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat pada Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 0018/Pdt.G/2014/PAJT yang menjadi penggugat adalah istri. Dalam gugatannya mengatakan bahwa tergugat (suami) mempunyai sifat cemburuan, kasar kepada penggugat, dan tergugat selalu membanting pintu apabila terjadi pertengkaran. penggugat dan tergugat pun telah pisah ranjang.Keluarga telah pernah mengupayakan agar berdamai dan dapat rukun kembali, akan tetapi tidak berhasil.

Pada pertimbangannya, Hakim menyatakan bahwa alasan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagai tersebut dalam Pasal 19 huruf f PP 9/1975 jo. Pasal 116 huruf f KHI jo. Pasal 33 dan 34 UU Perkawinan, dan telah melanggar Pasal 2 dan 4 perjanjian sighat ta’lik thalak, oleh karenanya gugatan penggugat tersebut patut dipertimbangkan dan dikabulkan.

Tergugat telah melanggar pasal 2 perjanjian sighat ta’lik thalak, berdasarkan sesuai dengan pasal 119 KHI, maka Hakim mengabulkan gugatan penggugat dengan thalak satu bain sughro.

Talak Ba`in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.[3]

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 0018/Pdt.G/2014/PAJT.

[1] Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan jo. Pasal 115 KHI

[2] Pasal 34 UU Perkawinan

[3] Pasal 119 ayat (1) KHI

Mungkin wajar jika kamu ingin menyampaikan kesedihan kepada ibu mertua atau mungkin ipar perempuan. Namun, mungkin saja mereka belum pernah menyaksikan sisi suamimu yang seperti itu. Oleh karena itu, penilaian mereka mungkin kabur dan dalam kasus terburuk, mereka mungkin menolak untuk mempercayaimu ketika kamu berbicara tentang masalah kemarahan suamimu. Oleh karena itu, kamu harus memiliki sistem pendukung dari teman atau kerabatmu sendiri di luar nikah yang dapat kamu percayai.